Menurut Cointelegraph, sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh studio musik swasta Pirate mengungkapkan bahwa meskipun industri musik terbuka terhadap kemampuan transformatif kecerdasan buatan (AI), namun ada kekhawatiran tentang risiko yang dihadapi oleh para seniman. Survei yang menjangkau 1.141 artis di Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman ini menemukan bahwa 53% responden memiliki kekhawatiran tentang bagaimana audiens mereka akan melihat musik yang dibuat dengan bantuan AI. Selain itu, hanya 25% seniman yang disurvei mengatakan bahwa mereka memiliki pengalaman dengan AI, tetapi 46% bersedia untuk mempertimbangkan penggunaan alat tersebut di masa depan. Cristoph Krey dari band yang berbasis di Brooklyn, MYAI, salah satu seniman yang disurvei, mengatakan bahwa mereka menggunakan AI untuk 30% dari semua kegiatan mereka dan menyebut 70% lainnya sebagai 'kecerdasan seni'. Krey mengakui bahwa ini bisa menjadi kurva pembelajaran yang sulit bagi para seniman untuk terlibat dengan AI. David Borrie, salah satu pendiri dan CEO Pirate, membandingkan teknologi yang sedang berkembang ini dengan auto-tune, sebuah teknologi terobosan lain yang menghadapi kritik di masa-masa awalnya namun akhirnya menemukan tempatnya di industri musik. Dia menyarankan bahwa perjalanan AI untuk menjadi alat standar dalam penciptaan musik dapat mengikuti jalur yang sama karena artis dan penonton beradaptasi dengan inovasi tersebut. survei tersebut juga mengungkapkan bahwa artis di industri musik yang telah menggunakan AI dalam proses kreatif mereka merasa AI sangat berguna dalam 'penulisan dan komposisi lagu'. Label-label besar di industri musik, seperti Universal Music, mencoba untuk tetap berada di atas penggunaan AI dan telah bermitra dengan Google untuk memerangi pemalsuan mendalam oleh AI terhadap artis-artis mereka dan mengajukan petisi ke layanan streaming seperti Spotify untuk menghapus lagu-lagu yang dibuat oleh AI dari platform mereka.